FESTIVAL AYAM DAN TELUR
Konsumsi ayam dan telur Indonesia belum begitu tinggi, bahkan dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Namun demikian para pelaku di industri perunggasan terus berupaya membangun kesadaran bangsa Indonesia untuk mengkonsumsi ayam dan telur yang sangat baik gizinya yang diperlukam untuk pertumbuhan.
14 asosiasi di bidang perunggasan, bersama-sama dengan Kementrian Pertanian sepakat untuk melakukan kegiatan promosi yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi ayam dan telur melalui edukasi konsumen, pembentukan citra dan penciptaan konsumsi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kegiatan Festival Ayam dan Telur serta Pencanangan Hari Ayam dan Telur Nasional Tanggal 15 Oktober sebagai "Hari Ayam dan telur Nasional" oleh Menteri Pertanian RI.
Festival Ayam dan Telur ini bukan hanya untuk asosiasi dan profesional
di bidang perunggasan, tetapi khususnya untuk masyarakat umum, agar
terbentuk citra positip terhadap Ayam & Telur sebagai salah satu
sumber protein yang baik.
Konsumsi Ayam dan Telur Penduduk Indonesia Masih Rendah
AYAM dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk
Indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan di desa, hampir semua penduduk
menjadi peternak ayam meski dalam skala kecil.
Sayangnya, fakta tersebut tidak menjamin bahwa tingkat konsumsi ayam
dan telur penduduk Indonesia tinggi. Dalam penelitian, disebutkan
konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ayam dan telur hanya 7 kg ayam
dan 87 butir telur per tahun per kapita.
Jumlah di atas ternyata masih sangat jauh dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. “Bahkan dengan
Vietnam yang belum lama merdekapun, tingkat konsumsi ayam dan telur
masyarakat kita masih kalah,” kata Ketua Asosiasi Rumah Potong Hewan dan
Unggas Indonesia, Ir. Achmad Dawami.
Sebagai gambaran, masyarakat Malaysia sudah mengkonsumsi telur
rata-rata 311 butir per kapita per tahun dan daging ayam 38 kg per
kapita per tahun. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Sebab
sebagai makanan dengan kandungan protein yang tinggi, ayam dan telur
mestinya menjadi pilihan yang mudah dan murah bagi masyarakat untuk
mendapatkan kecukupan protein hewani.
“Anak-anak balita adalah golongan usia yang membutuhkan asupan
protein yang cukup untuk mendukung perkembangan kecerdasan otak dan
pertumbuhan badannya,” lanjut Achmad.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap ayam dan telur ini. Misalnya saja adanya mitos bahwa
telur menjadi penyebab penyakit bisul pada anak-anak masih sangat kuat
dipegang oleh ibu-ibu terutama dari kalangan berpendidikan rendah.
Padahal anggapan ini sangat keliru. Anak yang sering makan telur
ternyata memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibanding anak
yang kurang makan telur.
Anggapan yang menyesatkan juga dijumpai pada ayam broiler. Ada
sebagian masyarakat yang takut makan ayam broiler dengan alasan
mengandung hormon yang bisa membahayakan kesehatan. Padahal ayam broiler
pertumbuhannya cepat karena merupakan hasil seleksi genetik dari ayam
yang memiliki tingkat pertumbuhan diatas rata-rata dan pemberian pakan
yang tepat.
Faktor-faktor tersebut diduga menjadi penyebab dari sekian banyak
alasan mengapa konsumsi ayam dan telur masyarakat Indonesia masih
rendah.
Beberapa pendapat yang mengatakan bahwa rendahnya konsumsi ayam dan
telur masyarakat Indonesia akibat rendahnya daya beli mereka, menurut
Dawami tidaklah sepenuhnya benar. Sebab banyak orang tua yang justru
lebih mengutamakan pengeluaran untuk hal yang tidak penting dibanding
untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya.
“Contohnya, banyak kita temui mereka yang memiliki tingkat ekonomi
pas-pasan ternyata lebih rela membeli rokok hingga ratusan ribu rupiah
per bulan,” katanya.
Padahal jika uang tersebut dialihkan untuk membeli ayam dan telur
maka kebutuhan gizi anak dan keluarganya akan tercukupi. Tapi nyatanya
mereka tidak melakukan hal itu.
“Jadi rendahnya pemenuhan kebutuhan gizi tidak semata-mata disebabkan
karena kurangnya daya beli melainkan masih rendahnya tingkat kesadaran
warga untuk memenuhinya.”
Masyarakat perunggasan lanjutnya akan terus berupaya mendorong
kesadaran masyarakat agar meningkatkan konsumsi telur dan ayam sebagai
sumber protein hewani yang murah meriah dan aman. Salah satunya melalui
kegiatan festival ayam dan telur pada 21 Oktober 2012 di Parkir Timur
Senayan yang tahun ini untuk kedua kalinya.
Ketua Panitia Festival Ayam dan Telur 2012 Fitri Noorsanti
menyatakan, ada banyak kegiatan yang bisa diikuti masyarakat mulai dari
bazaar murah telur dan ayam, talkshow, demo masak chef pilihan dari para
duta besar, pameran bisnis franchise ayam Indonesia, kampung main
kidzania dan aneka hiburan lainnya. Harapannya, melalui festival ini
kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi ayam dan telur
meningkat tajam. (faisal)
Teks : Ketua Asosiasi Rumah Potong Hewan dan Unggas Indonesia, Achmad Dawami.
Sumber : poskotanews.com