Poultry Indonesia Forum Bahas Tantangan Industri Perunggasan di Masa Depan



POULTRYINDONESIA, Jakarta – Suasana pandemi COVID-19 tidak menyurutkan niat Poultry Indonesia untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan insan perunggasan tanah air melalui Seminar Virtual Poultry Indonesia Forum series#01 bertemakan “Meneropong Masa Depan Industri Perunggasan Nasional.”
Acara tersebut diselenggarakan melalui aplikasi Zoom, Sabtu (26/9) dan diisi oleh para staf ahli dari majalah Poultry Indonesia yang membahas perunggasan dari segi daya saing, pakan, kesehatan, dan kondisi peternakan rakyat.
Pada pemaparan pertama yang disampaikan oleh drh. Paulus Setiabudi, MM, PhD selaku Staf Ahli Poultry Indonesia yang berjudul ‘Poultry Industry in Global Pandemic’ mengatakan bahwa konsumsi produk perunggasan akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.
Ia juga mengajak kepada peternak tidak perlu takut untuk beternak karena kebutuhan protein hewani akan semakin meningkat walaupun kondisinya berbeda pada saat pandemi.
“Jangan takut beternak, karena kebutuhan akan pangan semakin meningkat, walaupun memang saat pandemi ini permintaan agak menurun,” ucap tokoh perunggasan senior ini.
Paulus mengatakan bahwa untuk meningkatkan konsumsi produk perunggasan di Indonesia yang masih cenderung rendah, perlu didukung oleh adanya kampanye yang semestinya dilakukan terus menerus.
Menurutnya, negara-negara maju lainnya seperti Amerika pun tidak jemu untuk terus mengajak warga negaranya agar senantiasa mengonsumsi daging unggas.
Berkenaan dengan industri pakan, drh. Desianto B Utomo, M.Sc., Ph.D mengatakan sebelum pandemi terjadi, industri pakan meningkat 7-8% setiap tahunnya dari awal tahun 2015 sampai 2019.
Namun, karena ada pandemi COVID-19, menyebabkan menurunnya permintaan pakan yang diperkirakan sampai dengan 10% di kuartal tiga dan keempat ini.
Terkait pemakaian jagung, permasalahan terjadi ketika adanya pelarangan impor jagung sekitar 2-3 tahun lalu, sehingga harga jagung melambung tinggi. Desianto menargetkan ke depannya akan meningkatkan pemakaian jagung 40% karena harga jagung sudah kondusif.
“Nutrisionis menyiasatinya dengan menurunkan pemakaian jagung 35% pada sekitar 3 tahun lalu untuk menurunkan harga pakan,” sambung Staf Ahli Poultry Indonesia ini.
Menyikapi tetang pakan dan kaitannya dengan kesehatan unggas, Prof. Dr. drh. I Wayan T Wibawan, MS, yang merupakan Staf Ahli Poultry Indonesia dan juga Guru Besar FKH IPB University mengatakan bahwa kualitas pakan di lapangan sangat penting karena dapat memengaruhi kesehatan.
“Kualitas pakan memegang pernanan penting sekitar 70% untuk produktivitas unggas, jadi jangan kompromi dengan kualitas pakan karena dapat menimbulkan efek yang sangat besar,” tuturnya.
Wayan menambahkan bahwa beberapa faktor pendukung terjadinya penyakit saat ini selain pakan yaitu adanya bahan imunosupresif, perubahan biome di saluran pencernaan, dan potensi genetik dari ayam yang semakin tinggi. Ia mengajak semua pihak untuk mencari jalan keluar bersama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di perunggasan.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Joko Susilo, S.Pt mengenai ‘Kondisi Peternakan Rakyat dan Solusi Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan’.
Joko menuturkan bahwa saat ini perunggasan masih terkonsentrasi di hulu, belum di hilir. Hal tersebut disebabkan karena preferensi masyarakat masih dominan menyukai daging yang segar.
Beberapa hal lain yang perlu diusahakan untuk memperbaiki kondisi perunggasan dalam negeri yaitu kesesuaian data supply dan demand, kampanye konsumsi produk unggas, dan mengalihkan preferensi masyarakat dari ayam segar menjadi karkas beku.
“Termasuk juga bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya dan juga pembaharuan dari kandang open house ke closed house,” ujar Sekretaris Jenderal PB ISPI yang juga Staf Ahli Poultry Indonesia ini.
Sumber : Poultry Indonesia