Selasa, 20 Oktober 2020

KKP Dorong Pabrik Pakan Ikan Segera Daftarkan Produknya



Petambak memberi pakan udang vanamei di lahan tambak Desa Singajaya, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020). ilustrasi

Foto: Antara/Dedhez Anggara

 

 

Jumlah produk pakan ikan yang telah terdaftar di KKP sebanyak 1.506 merek.

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong produsen pakan ikan baik secara swadaya maupun skala pabrikan, segera mendaftarkan produknya ke KKP. Pendaftaran ini dalam rangka standardisasi serta meningkatkan kualitas produksi pakan ikan.

 

"Untuk melindungi usaha produsen pakan mandiri maupun pabrik agar dapat berkelanjutan, baik secara lingkungan maupun secara ekonomi, KKP secara konsisten terus melakukan standardisasi kualitas pakan melalui proses pendaftaran pakan yang beredar baik yang diproduksi maupun yang diimpor," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (16/10).

 

Sebagai informasi sampai dengan September 2020, jumlah produk pakan ikan yang telah terdaftar di KKP sebanyak 1.506 merek. Dari jumlah pakan ikan/udang yang telah terdaftar tersebut, terdiri dari pakan yang diproduksi produsen pakan industri/importir sebanyak 1.472 merek, produsen pakan ikan mandiri 19 merek dan produsen UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 15 merek pakan.

 

"Dengan adanya tantangan perikanan budidaya ke depan untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan yang efisien dan berkualitas, kami harapkan agar seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di bidang pemenuhan kebutuhan pakan dapat bekerjasama dan selalu berkoordinasi untuk kesejahteraan bersama," ucap Slamet.

 

Slamet menjelaskan bahwa dari total target produksi perikanan budidaya pada tahun 2024 yang mencapai 22,65 juta ton, sebesar 41,5 persen dari jumlah tersebut merupakan komoditas ikan dan udang yang memerlukan pakan untuk pencapaiannya.

 

"Estimasi kebutuhan pakan dari target produksi tersebut mencapai hingga 12-13 juta ton pakan sehingga memerlukan dukungan ketersediaan pakan baik dari pabrikan maupun produksi pakan mandiri," ungkapnya.

 

Ia mengingatkan bahwa sejak tahun 2015, KKP telah menginisiasi program Gerakan Pakan Ikan Mandiri (Gerpari) yang secara aktif mendorong penggunaan bahan baku alternatif lokal dengan kualitas dan harga yang bersaing.

 

Slamet juga menyampaikan apresiasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada para produsen pakan yang saat awal pandemi sepakat menunda kenaikan harga pakan, sehingga tidak menimbulkan kepanikan para pembudidaya yang tengah mengalami kesulitan.

 

Sebelumnya, Slamet menyebutkan bahwa pakan mandiri sangat membantu pembudidaya ikan khususnya pembudidaya skala kecil di Indonesia karena seperti yang diketahui bahwa biaya untuk pembelian pakan cukup tinggi yaitu 60 persen hingga 70 persen dari keseluruhan biaya produksi.

 

"Kehadiran pakan mandiri bagi pembudidaya ikan memberikan efek positif karena menambah keuntungan pembudidaya hingga 2 – 3 kali lipatnya atau tumbuh pada kisaran Rp4.000 hingga Rp5.000 per kilogram hasil produksi. Penggunaan pakan mandiri ini mampu menekan biaya produksi budidaya minimal 30 persen," ujar Slamet.

 

Slamet mengungkapkan langkah-langkah strategi KKP agar pakan mandiri dapat berhasil dan semakin berkembang di tengah-tengah masyarakat pembudidaya ikan di Indonesia.

 

"Pertama yaitu penyaluran bantuan sarana dan prasarana pakan mandiri seperti bantuan mesin penepung kapasitas 100-200 kg/jam dan mesin pencetak tenggelam dengan kapasitas 100-200 kg/jam, serta mesin pencetak apung dengan kapasitas 50-100 kg/jam dan bahan baku pakan. Kita berikan agar kelompok pembudidaya ikan mampu untuk memproduksi pakan secara mandiri," ujar Slamet.

 

Sumber : Republika

 

Kamis, 15 Oktober 2020

Tata Niaga Ayam Bisa Kacau Jika Keran Impor Dibuka

 Dalam beleid UU Cipta Kerja, tak lagi menyebutkan bahwa importasi produk ternak dilakukan apabila produksi dalam negeri tak mencukupi. Alih-alih demikian, importasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.


Pekerja memeriksa kondisi kandang dan ayam di peternakan ayam modern Naratas, Desa Jelat, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (11/4 - 2020). /Antara

Pekerja memeriksa kondisi kandang dan ayam di peternakan ayam modern Naratas, Desa Jelat, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (11/4 - 2020). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Tata niaga ayam di Tanah Air diperkirakan bakal semakin bermasalah jika keran impor dibuka. Pemerintah diharapkan tetap membentengi pemasukan hewan ternak maupun produk peternakan dengan bijak.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) P. Nono mengemukakan tata niaga unggas di dalam negeri cenderung rentan terhadap dinamika pasar. Hal ini turut dipengaruhi oleh usia bisnis ayam potong yang biasanya bergulir cepat dalam kurun 30-40 hari.

“Jika impor masuk, tata niaga akan rusak. Terutama di perunggasan karena live cycle bisnisnya sangat pendek, pasokan dan permintaannya sangat rentan,” kata Nono kepada Bisnis, Selasa (13/10/2020).

Dia memberi contoh pada kerapnya harga ayam potong siap potong (live bird) jatuh di bawah biaya pokok produksi dan harga acuan. Indonesia masih dihadapkan pada produksi yang melimpah dengan serapan pasar yang terbatas.

Di sisi lain, pemasukan daging ayam dari luar negeri pun cenderung diatur dengan ketat.

Pengaturan ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 yang memperbarui UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pasal 36B menyebutkan bahwa pemasukan ternak dan produk ternak dari luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri belum memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ketentuan dalam pasal 36B ini pun diimplementasikan dalam sejumlah peraturan menteri, di antaranya Permentan Nomor 34 Tahun 2016 tentang pemasukan karkas, daging, jeroan, dan atau olahannya ke wilayah Indonesia yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 23 Tahun 2018.

Perubahan beleid itu dilakukan usai Brasil mengajukan komplain resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2014 karena Indonesia dinilai membatasi secara tak langsung masuknya daging ayam dari Negeri Samba.

Dalam beleid UU Cipta Kerja, pasal 36B turut mengalami perubahan. Frase dalam ayat (1) tak lagi menyebutkan bahwa importasi dilakukan apabila produksi dalam negeri tak mencukupi. Alih-alih demikian, importasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kala ditanyai tanggapan dampak perubahan ini terhadap pasokan daging ayam di Tanah Air, Nono mengaku belum bisa banyak berkomentar. Tetapi, jika terkait dengan ketentuan perdagangan bebas WTO, dia menilai Indonesia tak memiliki pilihan lain selain mengikuti keputusan yang ada.

“Namun yang perlu menjadi catatan, kebijakan ini harus bijak. Kita sama-sama tahu unggas ini 80 persen di pasar becek jadi pasokan permintaannya rentan. Hanya 20 persen yang dijual di rantai dingin,” ujar Nono.

Nono menyarankan agar pemerintah bisa menyusun regulasi yang tetap mengakomodasi perkembangan usaha peternakan di dalam negeri mengingat sebagian besar melibatkan masyarakat pedesaan dengan tingkat pendidikan yang tidak tinggi.

Selain itu, dia mengatakan sektor peternakan di dalam negeri pun telah menyerap tenaga kerja yang besar dari hulu sampai hilir dari hadirnya pabrik pakan dan pengolahan produk peternakan.

Sementara itu, Ketua Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit mengatakan belum bisa memberi respons atas perubahan ketentuan ini.

Dia mengatakan pelaku usaha masih mempelajari perubahan pasal terkait dan dampaknya terhadap bisnis peternakan di dalam negeri.

Negara eksportir daging halal terbesar di dunia itu menuding Indonesia telah menutup akses pasar sejak 2009.

Terdapat total tujuh kebijakan Indonesia yang dinilai Brasil bertentangan dengan prinsip anti proteksi WTO yang tercantum dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT).

Adapun aturan main yang dianggap menghambat impor Brasil antara lain daftar positif, persyaratan penggunaan, diskriminasi dalam persyaratan label halal, pembatasan transportasi impor, dan penundaan persetujuan persyaratan sanitasi.

Berdasarkan laporan panel yang diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) pada 22 November 2017, disebutkan bahwa Indonesia terbukti melanggar empat dugaan yang disampaikan Brasil.

Keempat dugaan itu terkait aturan mengenai kesehatan, pelaporan realiasasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan.

Sementara untuk tiga dugaan lain yang mencakup diskriminasi persyaratan pelabelan halal, persyaratan pengangkutan langsung, pelarangan umum terhadap impor daging ayam dan produk ayam, Brasil tidak bisa membuktikan bahwa Indonesia melanggar ketentuan tersebut.

Meski peraturan pelaksana telah mengakomodasi tuntunan Brasil, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan nyatanya tak luput dari revisi.

Sumber : bisnis

 


Senin, 05 Oktober 2020

Simak poin-poin dalam RUU Cipta Kerja Peternakan dan Kesehatan Hewan

Pemerintah dan Baleg DPR RI Sepakat Pengesahan RUU Cipta Kerja Dilanjutkan di Rapat Paripurna.* /ANTARA FOTO - Akbar Nugroho/

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak hanya masalah investasi, pemerintah juga mengatur terkait kegiatan di peternakan dan kesehatan hewan. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, salah satu hal yang disederhanakan adalah terkait peraturan dalam menyelenggarakan kegiatan di bidang ini.

Salah satunya terkait pemasukan benih ternak dari luar negeri ke wilayah NKRI. Dalam pasal 15 RUU tersebut pemasukan benih ternak wajib memenuhi perizinan berusaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sementara di aturan selanjutnya, yaitu UU no. 41 tahun 2014, kegiatan ini wajib mendapatkan restu dari kementerian terkait dan diatur dengan Peraturan Menteri. Tak hanya itu, ini pun harus memenuhi beberapa persyaratan seperti persyaratan mutu, teknis kesehatan hewan, serta diwajibkan bebas dari penyakit menular yang disyaratkan oleh veteriner.

Lebih lanjut, benih hewan yang didatangkan dari luar negeri juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangan di bidang karantina hewan dan memperhatikan kebijakan pewilayahan sumber bibit.

Selain terkait mendatangkan bibit hewan dari luar negeri, pemerintah juga mengatur terkait impor bibit hewan. Dalam RUU ini, kegiatan impor bibit hewan juga wajib memenuhi perizinan berusaha yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, ini juga harus mendapatkan izin dari kementerian terkait.

Setelah ekspor dan impor bibit ternak, pemerintah juga mengatur tentang budidaya ternak. Di situ disebutkan bahwa budi daya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus.

Kegiatan ini pun wajib mendapatkan izin berusaha dari Pemerintah Pusat dan setelah mendapatkan izin, para pengusaha wajib untuk tidak mengganggu ketertiban umum sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

Pemerintah juga melindungi para peternak, ini terlihat dari kewajiban yang ditetapkan untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat antarpelaku usaha.

Ada lagi yang terlihat berbeda dalam RUU ini. Dulu, pengembangan usaha budi daya dilakukan oleh perorangan atau korporasi baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum Indonesia.

Dalam RUU ini, pengembangan usaha budi daya diambil alih oleh Pemerintah Pusat lewat penanaman modal oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang berbadan hukum. Inipun diatur dalam UU di bidang penanaman modal.

Terakhir, Pemerintah juga menetapkan sanksi administratif bagi siapa saja yang melanggar perundangan lewat Peraturan Pemerintah. Dalam UU yang lama, sanksi administratif yang dimaksud bisa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan produksi, pencabutan nomor pendagtaran dan penarikan obat hewan, pakan, serta alat mesin, pencabutan izin, dan pengenaan denda.

Selanjutnya, setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan alat dan mesin tanpa mengutamakan keselamatan akan dikenai sanksi administratif berupa denda di kisaran Rp 50 juta - Rp 500 juta.

Khusus untuk pelaku yang tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan sanksi, maka baru akan dikenakan pidana kurungan paling singkat 3 bulan dan paling lama 11 bulan. Ini pun diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sumber : Kontan