Selasa, 16 Juli 2013

Sampai akhir tahun, harga jagung masih tinggi

Sampai akhir tahun, harga jagung masih tinggiJAKARTA. Harga jagung terus menjulang. Pasokan produsen dunia seperti Brasil dan Argentina menipis, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dampaknya, tak cuma naik di pasar internasional, harga jagung dalam negeri juga ikut terkerek. Kondisi ini terjadi sejak awal tahun hingga saat ini.
Desianto Budi Utomo, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GMPT) menuturkan, kenaikan harga karena suplai jagung berkurang, sedang permintaan cukup besar.
Di tingkat lokal, harga jagung di wilayah DKI Jakarta tembus Rp 3.500 sampai Rp 3.600 per kilogram (kg). Padahal, periode sama tahun lalu, harga jagung di Rp 3.200 hingga Rp 3.300 per kg. "Sampai akhir tahun, harga jagung bisa naik sampai Rp 3.800 per kg," kata Desianto kepada KONTAN, Senin (2/7).
Ada beberapa faktor penyebab kenaikan harga jagung. Pertama adalah produksi jagung berkurang di beberapa wilayah di Indonesia seperti Lampung, Medan, Sumatera Utara, Makasar dan Jawa Timur. Kedua permintaan tinggi, terutama untuk industri pakan ternak. Ketiga adalah persoalan infrastruktur.
Berharap jagung impor sulit lantaran pasokan jagung dari beberapa wilayah di dunia juga berkurang. "Di Argentina dan Brasil, panennya hanya cukup untuk mencukupi diri sendiri," kata Desianto.
Pada Selasa (2/7), harga jagung berjangka sekitar US$ 5,04 per bushel di Chicago Board of Trade. Berbeda dengan harga jagung lokal, kenaikan harga jagung internasional tidak terlalu tinggi. "Semester pertama naiknya sekitar 5%," kata Desianto.
Namun, berdasarkan laporan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, panenan jagung akan mengalami kenaikan hingga mencapai 966,95 juta ton atau lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya mencapai 966,52 juta metrik ton.
Meski produksi jagung di negara Paman Sam tersebut surplus, Desianto memprediksi harga jagung di tingkat internasional masih akan naik. Penyebabnya, permintaan dunia terhadap jagung cukup tinggi. Jagung tidak hanya untuk bahan makanan tetapi juga bahan baku energi untuk pembuatan bioethanol.
"Pemerintah AS sedang menggenjot untuk bioethanol," kata Desianto. Ditambah lagi, di India panen jagung lebih cepat. Sehingga tidak ada lagi panen.
 
Sumber : kontan

Harga daging ayam dan telur terpengaruh kenaikan harga BBM

Harga daging ayam dan telur dalam beberapa hari ini naik 11-20 persen akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi, peningkatan permintaan di dalam negeri, serta meningkatnya harga pokok produksi peternak.

"Kenaikan juga disebabkan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar mengingat sekitar 70 persen bahan baku pakan ternak seperti jagung dan bungkil kedelai masih impor," kata Ketua Umum Pusat Informasi Pasar (PINSAR) Unggas Nasional Hartono kepada pers di Jakarta, Senin (01/7/2013).

Dia menilai, kenaikan harga daging ayam dan telur itu masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan harga komoditas lainnya seperti daging sapi.

Tiga tahun lalu harga daging ayam sekitar 60 persen dari harga daging sapi, tapi sekarang harga daging ayam hanya sekitar 40 persen dari harga daging sapi.

"Seharusnya pemerintah memberi apresiasi kepada para peternak ayam dan produsen telur karena mereka telah berhasil mengendalikan kenaikan harga produknya di bawah kenaikan harga komoditas lainnya," kata Hartono yang juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia.

Dia mengatakan baru kali ini para peternak ayam menikmati kenaikan harga setelah selama tujuh bulan berturut-turut menelan pil pahit karena harus menjual produknya di bawah harga produksi peternak (HPP).

Solusinya, katanya, sebetulnya bagaimana meningkatkan produksi daging ayam dan telur di dalam negeri supaya HPP-nya bisa turun.

"Hal itu dapat dilakukan dengan mendorong volume konsumsi daging ayam dan telur di dalam negeri untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat," tambahnya.

Sekalipun dirinya menilai kenaikan sebesar itu masih wajar namun pasokan sangat cukup. Dia menjamin berapapun permintaan pasar pasti akan dapat tersuplai.

Khusus untuk menghadapi bulan puasa, para peternak ayam telah menyiapkan kenaikan produksi ayam dan telur sebesar 17,5 persen dari produksi biasa.

Ia menambahkan permintaan pada minggu pertama dan kedua bulan Juli akan meningkat sangat tinggi, namun pasokan relatif tetap, akibatnya harga akan naik.

Khususnya pada hari Selasa-Jumat (tanggal 2-5 Juli) harga ayam dan telur di tingkat peternak diperkirakan mencapai level tertinggi. Setelah itu harga akan kembali menurun.

"Jadi gejolak harga ayam dan telur hanya terjadi sementara, yaitu terjadi sampai tanggal 6-7 Juli. Pada tanggal 8 Juli harga akan kembali normal," katanya.

Menurut dia pada 8-15 Juli harga di tingkat peternak akan kembali turun sehingga harga di tingkat konsumen pun diharapkan juga akan terkoreksi.

"Namun menjelang tanggal 27 Juli (tanggal 17 Ramadhan) harga diperkirakan naik lagi karena permintaan kembali naik menjelang banyaknya buka puasa bersama," kata Hartono.

Sumber : utama.seruu.com

Spekulan Mainkan Harga Sembako, Hatta Minta Bulog Segera Impor dan Operasi Pasar

Padang Ekspres • Jumat, 12/07/2013 10:49 WIB • Redaksi • 90 klik
Pedagang Sembako di Pasar Raya Padang
Jakarta, Padek—Lonjakan harga sem­bilan bahan pokok (sembako) semakin tidak terkendali. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mencurigai adanya ulah spekulan menim­bun pasokan untuk memainkan harga.

Hatta menjelaskan lonjakan harga yang terjadi saat ini, di luar perhitungan pemerintah. Berdasarkan koordinasi yang dilakukan dengan pengu­saha dan asosiasi di bidang pangan, pasokan dinyatakan aman untuk menghadapi lon­ja­kan permintaan bulan Ra­madhan dan Lebaran. Kecuali komoditas cabai dan bawang yang memang mengalami ken­dala penurunan produksi.

“Tapi pada kenyataannya, saat ini harga bahan pokok melonjak tinggi. Untuk itu, kami meminta Menteri Pertanian dan Menteri Per­dagangan mencermati adanya permainan spekulan dalam meman­faat­kan situsasi ini,” kata Hatta Rajasa saat ditemui di kantor­nya kemarin. Jika tidak segera disikapi, dia khawatir inflasi meningkat pada Juli ini.

Hatta juga telah meminta Kementerian Pertanian, Per­dagangan, dan Perum Bulog untuk mengintervensi pasar dan menjamin ketersediaan ba­rang sepanjang Ramadhan dan Le­baran.

Diharapkan dengan adanya intervensi tersebut harga kem­bali stabil. Bentuk intervensi itu melalui pembukaan keran im­por dan operasi pasar. “Teruta­ma untuk daging yang sejak sembilan bulan harganya belum turun. Bulog yang diberi izin impor harus segera merealisasi­kannya,” ucap Hatta.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan justru membantah asumsi kenaikan harga disebab­kan ulah spekulan. Dalam pan­tauan­nya, dia mengklaim tidak ada penimbunan dalam skala besar. “Tingginya harga komo­ditas murni akibat ketidak­seim­bangan pasokan dan lonjakan permintaan Puasa,” tegasnya.

Menyikapi itu, dalam jangka pendek pemerintah telah me­mutuskan membuka keran im­por bawang merah, cabai, dan daging sapi. Komoditas tersebut mengalami lonjakan harga te­r­tinggi. Pada Juli ini Kemendag telah mengeluarkan izin impor 10 ribu ton cabai dan 16 ribu ton bawang merah. Sedangkan un­tuk sapi diberi kuota 3 ribu ton kepada Bulog.

“Mestinya cabai dan bawang merah impor sudah mulai ma­suk ke pasar minggu ini. Dan diharapkan minggu depan harga sudah mulai turun dan stabil,” katanya. Untuk memastikan dan memantau komoditas yang di­im­por, dia berencana akan me­manggil para importir. Jika di antara mereka ada sengaja me­nun­da importasi, Gita berjanji menindak tegas. Begitu pula pada importir daging dan pe­ngusaha penggemukan daging.

“Hari ini (11/7) dan besok (18/7) akan saya panggil mereka. Saya ingin melihat seperti apa posisinya. Jika ada tidak men­dukung upaya pemerintah men­stabilkan harga, maka akan kami tindak,” terangnya.

Tindakan itu bisa berupa pencabutan kuota, pencabutan perizinan impor pada periode berikutnya, bahkan pencabutan sebagai importir terdaftar.

Ketua Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Dadi Sudiana menyatakan, selain gara-gara kenaikan BBM, harga cabai melonjak karena pasokan turun signifikan. Berdasar catatan AACI, pasokan cabai di pasar se­kitar 50 ribu ton. Angka ideal­nya, pasokan cabai sekitar 100 ri­bu ton. Sedangkan pasokan ideal menjelang Ramadhan dan Le­baran seharusnya 120 ribu ton.

“Kurangnya pasokan itu disebabkan gagal panen akibat mu­sim hujan yang masih ber­lang­sung hingga saat ini. Ak­hir­nya, petani mengalami pat­hek (komoditi membusuk). Sehing­ga, pasokan berkurang drastis dan harga pun naik,” terangnya. Untuk itu, pihaknya mengimbau pemerintah dapat memasok cabai impor secepatnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas Nasional, Hartono me­ngakui harga daging dan telur ayam terus melonjak. Ketidak­stabilan nilai tukar rupiah ikut mengatrol harga bahan baku pakan ternak. Seperti diketahui, 70 persen bahan baku pakan ternak seperti bungkil kedelai dan jagung diperoleh dari impor.

Untuk bawang merah, Menteri Pertanian Suswono menjelaskan, lonjakan harga terjadi karena pasokan seret akibat mundurnya masa panen. Sesuai siklus tanam, semestinya bawang merah masuk masa panen raya pada Juni dan Juli. Tapi, musim panen raya tahun ini diperkirakan masuk pada Agustus nanti.

Sumber : Padang Ekspres