Harga daging ayam dan telur terpengaruh kenaikan harga BBM

Harga daging ayam dan telur dalam beberapa hari ini naik 11-20 persen akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi, peningkatan permintaan di dalam negeri, serta meningkatnya harga pokok produksi peternak.

"Kenaikan juga disebabkan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar mengingat sekitar 70 persen bahan baku pakan ternak seperti jagung dan bungkil kedelai masih impor," kata Ketua Umum Pusat Informasi Pasar (PINSAR) Unggas Nasional Hartono kepada pers di Jakarta, Senin (01/7/2013).

Dia menilai, kenaikan harga daging ayam dan telur itu masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan harga komoditas lainnya seperti daging sapi.

Tiga tahun lalu harga daging ayam sekitar 60 persen dari harga daging sapi, tapi sekarang harga daging ayam hanya sekitar 40 persen dari harga daging sapi.

"Seharusnya pemerintah memberi apresiasi kepada para peternak ayam dan produsen telur karena mereka telah berhasil mengendalikan kenaikan harga produknya di bawah kenaikan harga komoditas lainnya," kata Hartono yang juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia.

Dia mengatakan baru kali ini para peternak ayam menikmati kenaikan harga setelah selama tujuh bulan berturut-turut menelan pil pahit karena harus menjual produknya di bawah harga produksi peternak (HPP).

Solusinya, katanya, sebetulnya bagaimana meningkatkan produksi daging ayam dan telur di dalam negeri supaya HPP-nya bisa turun.

"Hal itu dapat dilakukan dengan mendorong volume konsumsi daging ayam dan telur di dalam negeri untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat," tambahnya.

Sekalipun dirinya menilai kenaikan sebesar itu masih wajar namun pasokan sangat cukup. Dia menjamin berapapun permintaan pasar pasti akan dapat tersuplai.

Khusus untuk menghadapi bulan puasa, para peternak ayam telah menyiapkan kenaikan produksi ayam dan telur sebesar 17,5 persen dari produksi biasa.

Ia menambahkan permintaan pada minggu pertama dan kedua bulan Juli akan meningkat sangat tinggi, namun pasokan relatif tetap, akibatnya harga akan naik.

Khususnya pada hari Selasa-Jumat (tanggal 2-5 Juli) harga ayam dan telur di tingkat peternak diperkirakan mencapai level tertinggi. Setelah itu harga akan kembali menurun.

"Jadi gejolak harga ayam dan telur hanya terjadi sementara, yaitu terjadi sampai tanggal 6-7 Juli. Pada tanggal 8 Juli harga akan kembali normal," katanya.

Menurut dia pada 8-15 Juli harga di tingkat peternak akan kembali turun sehingga harga di tingkat konsumen pun diharapkan juga akan terkoreksi.

"Namun menjelang tanggal 27 Juli (tanggal 17 Ramadhan) harga diperkirakan naik lagi karena permintaan kembali naik menjelang banyaknya buka puasa bersama," kata Hartono.

Sumber : utama.seruu.com