Produksi Jagung
Nasional Terganjal Biaya Transportasi
Sabtu 03 Nov 2018 17:28 WIB
Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Biaya
transportasi domestik lebih mahal dibandingkan ekspor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
-- Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya memenuhi kebutuhan jagung
dari produksi dalam negeri tanpa impor. Namun, upaya ini terganjal biaya
transportasi
Pada 2018
Kementan mengalokasikan bantuan benih jagung seluas 2,8 juta hektare yang
tersebar 33 provinsi, untuk meningkatkan produksi. Sekretaris Jendral Kementan
Syukur Irwantoro mengatakan pihaknya juga telah menganggarkan pembangunan
pengeringan jagung (dryer)
sebanyak 1.000 unit untuk petani.
“Upaya-upaya
lain terus kami mendorong kementerian terkait dan pemerintah daerah memperbaiki
rantai pasok pemasaran jagung dan membantu resi gudang di daerah agar berfungsi
optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvesional pasok jagung,”
ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kementan, Sabtu (3/11).
Menurutnya,
selama ini Kementan juga telah mendorong pemprov membangun buffer storage, yakni
menyerap surplus produksi pada waktu puncak panen, dan menyimpannya untuk
dilepas kembali pada waktu produksi turun.
Namun kondisi
tersebut tidak sejalan dengan biaya transportasi. Berdasarkan catatan Kementan,
terdapat perbedaan biaya transportasi tujuan penjualan pasar domestik dan pasar
ekspor.
Biaya
transportasi dari Tanjung Priok ke Tanjung Pandan lebih mahal dari Priok ke
Pelabuhan Port Klang Singapura. Dari Tanjung Priok ke Pelabuhan Tanjung
(Belitung) perjalanan tiket untuk mobil angkut 14 ton sebesar Rp 33 juta, belum
termasuk biaya solar mobil dan biaya lainnya. "Sementara itu, dari Priok
ke Klang Singapura untuk 24-27 ton biayanya sebesar 1.750 dolar AS atau sekitar
Rp 26 juta, sudah termasuk dengan pengurusan semua dokumen,” ungkapnya.
Padahal,
menurutnya, Kementan telah memastikan produksi jagung nasional pada tahun ini
mengalami surplus, bahkan telah melakukan ekspor sebanyak 380ribu ton. “Sejak
diberhentikan importasi jagung untuk pakan tahun lalu sebesar 3,5 juta ton,
pemerintah telah menghemat devisa sekitar Rp 10 triliun,” ucapnya.
Sumber
:Republika