Senin, 28 September 2020

Poultry Indonesia Forum Bahas Tantangan Industri Perunggasan di Masa Depan



POULTRYINDONESIA, Jakarta – Suasana pandemi COVID-19 tidak menyurutkan niat Poultry Indonesia untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan insan perunggasan tanah air melalui Seminar Virtual Poultry Indonesia Forum series#01 bertemakan “Meneropong Masa Depan Industri Perunggasan Nasional.”
Acara tersebut diselenggarakan melalui aplikasi Zoom, Sabtu (26/9) dan diisi oleh para staf ahli dari majalah Poultry Indonesia yang membahas perunggasan dari segi daya saing, pakan, kesehatan, dan kondisi peternakan rakyat.
Pada pemaparan pertama yang disampaikan oleh drh. Paulus Setiabudi, MM, PhD selaku Staf Ahli Poultry Indonesia yang berjudul ‘Poultry Industry in Global Pandemic’ mengatakan bahwa konsumsi produk perunggasan akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.
Ia juga mengajak kepada peternak tidak perlu takut untuk beternak karena kebutuhan protein hewani akan semakin meningkat walaupun kondisinya berbeda pada saat pandemi.
“Jangan takut beternak, karena kebutuhan akan pangan semakin meningkat, walaupun memang saat pandemi ini permintaan agak menurun,” ucap tokoh perunggasan senior ini.
Paulus mengatakan bahwa untuk meningkatkan konsumsi produk perunggasan di Indonesia yang masih cenderung rendah, perlu didukung oleh adanya kampanye yang semestinya dilakukan terus menerus.
Menurutnya, negara-negara maju lainnya seperti Amerika pun tidak jemu untuk terus mengajak warga negaranya agar senantiasa mengonsumsi daging unggas.
Berkenaan dengan industri pakan, drh. Desianto B Utomo, M.Sc., Ph.D mengatakan sebelum pandemi terjadi, industri pakan meningkat 7-8% setiap tahunnya dari awal tahun 2015 sampai 2019.
Namun, karena ada pandemi COVID-19, menyebabkan menurunnya permintaan pakan yang diperkirakan sampai dengan 10% di kuartal tiga dan keempat ini.
Terkait pemakaian jagung, permasalahan terjadi ketika adanya pelarangan impor jagung sekitar 2-3 tahun lalu, sehingga harga jagung melambung tinggi. Desianto menargetkan ke depannya akan meningkatkan pemakaian jagung 40% karena harga jagung sudah kondusif.
“Nutrisionis menyiasatinya dengan menurunkan pemakaian jagung 35% pada sekitar 3 tahun lalu untuk menurunkan harga pakan,” sambung Staf Ahli Poultry Indonesia ini.
Menyikapi tetang pakan dan kaitannya dengan kesehatan unggas, Prof. Dr. drh. I Wayan T Wibawan, MS, yang merupakan Staf Ahli Poultry Indonesia dan juga Guru Besar FKH IPB University mengatakan bahwa kualitas pakan di lapangan sangat penting karena dapat memengaruhi kesehatan.
“Kualitas pakan memegang pernanan penting sekitar 70% untuk produktivitas unggas, jadi jangan kompromi dengan kualitas pakan karena dapat menimbulkan efek yang sangat besar,” tuturnya.
Wayan menambahkan bahwa beberapa faktor pendukung terjadinya penyakit saat ini selain pakan yaitu adanya bahan imunosupresif, perubahan biome di saluran pencernaan, dan potensi genetik dari ayam yang semakin tinggi. Ia mengajak semua pihak untuk mencari jalan keluar bersama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di perunggasan.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Joko Susilo, S.Pt mengenai ‘Kondisi Peternakan Rakyat dan Solusi Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan’.
Joko menuturkan bahwa saat ini perunggasan masih terkonsentrasi di hulu, belum di hilir. Hal tersebut disebabkan karena preferensi masyarakat masih dominan menyukai daging yang segar.
Beberapa hal lain yang perlu diusahakan untuk memperbaiki kondisi perunggasan dalam negeri yaitu kesesuaian data supply dan demand, kampanye konsumsi produk unggas, dan mengalihkan preferensi masyarakat dari ayam segar menjadi karkas beku.
“Termasuk juga bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya dan juga pembaharuan dari kandang open house ke closed house,” ujar Sekretaris Jenderal PB ISPI yang juga Staf Ahli Poultry Indonesia ini.
Sumber : Poultry Indonesia

Jumat, 25 September 2020

Fasilitas dan Insentif untuk Industri Pakan Ternak

 























Foto: ist/dok.ZOOM-GPMT



Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Selain Kementerian Pertanian sebagai pembina langsung industri pakan ternak,

Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan telah memahami pakan ternak sebagai barang industri strategis. 

Pakan memiliki keterkaitan kuat dengan sektor pertanian sebagai pemasok utama jagung, meskipun juga

menggunakan bahan baku impor. Industri ini  juga menjadi pemasok bahan baku bagi industri peternakan penghasil 

pangan hewani berupa daging, telur dan susu.


Supriadi, Direktur Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian menyatakan 

industri makanan dan minuman termasuk pakan ternak ini sangat diharapkan menjadi sektor yang paling

cepat bangkit dan menggerakkan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Khusus untuk pakan ternak, dia menjelaskan 

merupakan industri yang strategis karena keterkaitannya sangat luas dan kuat dengan industri hulu di pertanian,

perdagangan luar negeri, dan di hilir dengan industri pengolahan makanan-minuman berbahan daging dan telur juga susu.


Hal itu terungkap pada Seminar Online “Peluang dan Tantangan Industri Pakan Ternak” melalui aplikasi Zoom yang

diselenggarakan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) bekerjasama dengan TComm pada Selasa (22/9). Selain

Supriadi, seminar menghadirkan narasumber Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian - Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo, Direktur Impor Ditjen

Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan - I Gusti Ketut Astawa, dan Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen 

Bea dan Cukai Kementerian Keuangan - Untung Basuki.


“Pertumbuhan makanan minuman termasuk pakan ternak tidak terkontraksi. Meski tumbuhnya kecil, hanya 3,4 % saja, 

dan utilisasi kapasitas industri nya menurun tinggal 80%, tapi tidak ada yang berhenti berproduksi. Kalau makanan

untuk manusia, utilisasi masih lebih tinggi karena ada bansos-bansos non tunai berisi pangan,” ungkapnya.



Fasilitas Fiskal


Supriadi mengakui sebagian besar bahan baku non jagung masih diimpor, karena belum dapat diproduksi dalam negeri. 

Kementerian terkait, dia mengabarkan, sedang memperjuangkan untuk bahan baku pakan ternak seperti DDGs (ampas 

penyulingan etanol jagung), premiks, vitamin, bahan aditif pakan, fish meal, dll agar mendapat fasilitas fiskal berupa

Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP). Anggarannya dipatok hingga Rp 19 miliar lebih untuk tahun ini,

yang merupakan bagian dari fasilitas untuk 12 sektor industri agro dengan pagu total Rp 276.333.000.000.


Untung Basuki sebagai representasi Ditjen BC - Kemenkeu menjelaskan fasilitas kepabeanan terkait kebijakan fiskal, 

dilakukan penangguhan bea masuk maupun cukai. Ada pula fasilitas prosedural (non fiskal), terkait kemudahan

perijinan dan pelayanan termasuk rekomendasi impor secara terpadu.


Berdasar usulan dari Kementerian Perindustrian, dia mengatakan, yang mendapatkan fasilitas BMDTP adalah barang

yang digunakan untuk suplai industri dalam negeri namun belum diproduksi di dalam negeri, atau sudah diproduksi

di dalam negeri namun belum memenuhi jumlah dan atau kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri.


Industri pakan ternak, menurut Untung, masuk dalam poin meningkatkan daya saing industri dalam negeri untuk

pakan ternak sendiri dan untuk industri peternakan yang dilayaninya. Selain itu industri pakan dan peternakan sudah

mulai untuk mengekspor ke beberapa negara, seperti ke Timor Leste, Myanmar, PNG dll. Meskipun jumlahnya

kecil namun pemerintah menghargai upaya itu.


“Fasilitas BMDTP ini bisa diakses oleh industri terdampak pandemi Covid-19, termasuk industri pakan ternak. 

Permohonan rekomendasi impor di Kementerian Perindustrian dan permohonan pembebasan kepabeanan tidak perlu lagi 

datang ke kantor namun menggunakan otomasi, terkait pembatasan sosial dan PSBB di berbagai daerah. Kita tinggal 

punya waktu 3 bulan tahun ini, maka mohon kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya,” dia menerangkan.


Untung berjanji akan menghubungi Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapatkan keterangan kepastian mulai 

berlakunya kebijakan itu. “Semoga bulan ini keluar PMK-nya. Ini bulannya sudah tanggung, sudah September, maka kami 

berharap bisa dilanjutkan sampai tahun 2021,” dia berharap.


Dia menegaskan fasilitas ini diberikan karena pemerintah memiliki harapan besar industri makanan dan minuman akan 

recovery dengan cepat. “Maka, setelah diberikan BMDTP nanti jangan sampai ada aturan teknis yang sulit di kementerian 

manapun, agar relaksasi dan insentif ini bisa bermakna bagi industri,” tandas dia.


Supriadi bersuara tegas mengingat kementerian dan lembaga yang membina industri pakan ini memang banyak,

lintas sektoral. Bahkan bisa dikatakan mengandung hajat hidup industri lain dan masyarakat konsumen.


Bukan hanya bea masuk fasilitas perpajakan pun diberikan pemerintah kepada industri termasuk pabrik pakan ternak 

melalui PMK 44 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. 

Untuk kode 10801 - industri makanan hewan dan 10802 - industri konsentrat makanan hewan, PPh

Pasal 21 dan PPh Pasal 22 impor ditanggung oleh pemerintah. Diberikan pula fasilitas Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pembayaran PPN, dan Pengurangan Besarnya Angsuran PPh 25 (KLU 2012).



Soal Jagung


Dirkeswan Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyoroti masalah jagung sebagai bahan baku utama pakan, yang mengambil

porsi lebih dari 50% dari formulasi pakan. “Kita rasakan perlu penguatan distribusi dan logistik mendukung agar daerah

yang berlimpah pakan atau  produksi ternak bisa mengisi daerah yang kekurangan. Produksi jagung telah bergeser ke luar

Jawa, padahal pabrik pakan ada kebanyakan ada di Jawa. Begitu pula ternak unggas, banyak diproduksi di Jawa,” dia

mengungkapkan.


Seharusnya, kata Supriadi, tahun ini Kementan dan Ditjen Industri Agro membuat pilot project berbasis digital 4.0 untuk

suplai jagung. “Harusnya kita sudah punya silo di daerah-daerah, dan memiliki database jagung riil Pak Fadjar. Karena

pandemi, anggaran yang sedikit harus dialihkan untuk penanganan Covid,” ujarnya. Dengan sistem digital 4.0 itu jagung

datanya bisa realtime, stok ada di mana dan harganya berapa semua dapat terbaca. Ada di sudut manapun jagung nanti

akan terdeteksi di database.


Untung Basuki mendukung segera dibangun database kebutuhan dan produksi jagung nasional yang terbaca secara 

realtime. “Supaya kita tahu kapan ada suplai cukup dan kapan ada kekurangan sehingga kita cepat-cepat bisa 

mengimpor. Bukan karena saya suka impor, tetapi karena memang ada kekosongan riil,” dia mengungkapkan.

Menurut dia, suplai jagung lokal sebenarnya sudah menggembirakan, 90% jagung pakan sudah mampu dipenuhi

dari dalam negeri.


Sebagai representasi Kemendag Ketut Astawa menerangkan Permendag 21 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Jagung 

Impor Jagung untuk kebutuhan Pakan tidak dipersyaratkan rekomendasi, hanya dapat dilakukan oleh BULOG setelah 

mendapatkan penugasan dari Menteri BUMN berdasarkan usulan Menteri Perdagangan. “Pada 2018, impor jagung 

menembus 100 ribu ton, naik menjadi 180 ribu ton pada 2019 dan untuk 2020 sampai bulan ini tidak ada impor,” terang 

dia.


Menanggapi pertanyaan tentang harga jagung dalam negeri yang tidak semurah jagung di Brazil dan jalan tengah untuk 

membentuk harga yang membahagiakan petani jagung dan peternak, Ketut Astawa menjelaskan harga jagung adalah hasil 

mekanisme supply and demand. Maka agar harga membahagiakan petani dan tidak memberatkan produsen pakan dan 

peternak sebaiknya dilakukan kemitraan antara petani jagung dengan pelaku usaha.


“Agar kualitas dan kuantitas produksi, misal kadar air dan aflatoksin bisa memenuhi standar dan kebutuhan pabrik pakan. 

Mekanisme harga yang terjadi akan berbeda dan lebih terkontrol karena pasokan cukup dan kualitas pun lebih terjamin,” 

dia menjelaskan.



GMO dan Barang Curah


Desianto, ketua umum GPMT menggaris bawahi aturan mengenai pemasukan asam amino yang terhambat aturan 

mengenai Genetic Modified Organism (GMO), karena kecurigaan asam amino diproduksi dengan melibatkan GMO jenis 

tertentu.


Supriadi, Untung Basuki dan Fadjar satu kata, menegaskan bahwa tidak ada pelarangan pemasukan asam amino maupun 

bahan-bahan terkait GMO. Menurut mereka, bahan yang di kepabeanan dicurigai mengandung GMO, akan dikirim 

kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dilakukan kajian mengenai resikonya.


“Bahkan kalau ada bukti bahwa itu bukan produk GMO, tidak perlu dilakukan kajian. Kalau memang ada indikasi GMO, 

wajib dilakukan kajian. Kalau dulu tidak ada batasan waktu bahkan bisa bertahun-tahun, sekarang melalui aturan baru ini 

sudah ada timeplan-nya, hanya 56 hari kecuali ada temuan yang harus diperdalam kajiannya. Kami di kepabeanan hanya 

melihat apakah ada kemungkinan GMO, sedangkan kajian dan perijinannya ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan 

Kehutanan,” Untung memaparkan.


Mengenai denda atas selisih berat dan volume bahan pakan yang terkategori barang curah yang diatur PMK 26/2020, 

Untung menjelaskan hanya mengatur barang curah yang tidak dikemas apapun, baik berupa kantong maupun kontainer. 

Jika berat dan atau volumenya pada saat pembongkaran di pelabuhan hanya selisih 0,5% di atas maupun dibawah angka 

yang diberitahukan dalam dokumen kepabeanan, maka dibebaskan dari denda administrasi.


Dia menegaskan, untuk barang yang diangkut dalam kontainer maka toleransi ini tidak diberikan. Barang dalam kontainer

bisanya dikemas dalam bag, sehingga pasti penyusutan dan penambahannya tidak akan signifikan.


Namun, Desianto menyampaikan uneg-uneg dari anggota GPMT, pada impor bahan pakan, terjadi kasus yang berbeda. 

Bahan pakan seperti MBM, CGM, DDGs dll dikapalkan dalam kontainer namun isinya dalam bentuk curah. Sebab negara 

asal barang tidak memungkinkan mengekspor dalam karung karena tidak ada fasilitasnya. Jadi barang curah dalam 

kontainer ini juga ada kondensasi penyusutan maupun penambahan selama transportasi.


Untung menanggapinya dengan diplomatis. “Mungkin GPMT bisa mengajukan catatan kepada kami barangkali akan 

menjadi perhatian kami, didetailkan kondisinya seperti apa. Saya kira kalau sudah dikemas dalam kontainer akan berbeda 

dengan yang betu-betul curah di dalam kapal. Tapi tetap saja, kami mohon diterangkan kondisinya semoga bisa menjadi 

perhatian kami. Toleransi di PMK 26 itu memang hanya untuk barang yang betul-betul curah. ntr


Sumber : Troboslivestock

Rabu, 23 September 2020

Webinar GPMT "Peluang dan Tantangan Industri Pakan Ternak", 22 September 2020


Industri pakan ternak merupakan salah satu industri strategis dan vital. Hal tersebut karena hasil ternak merupakan sumber pangan bagi rakyat Indonesia.

Melihat besarnya peran industri pakan ternak di dalam perekonomian nasional, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) menggelar webinar bertemakan “Peluang dan Tantangan Industri Pakan Ternak” melalui aplikasi Zoom, Selasa (22/9)

Ketua Umum GPMT, Desianto Budi Utomo menyampaikan bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya webinar tersebut adalah untuk menyamakan persepsi dan pemahaman seluruh stakeholder, terkait dengan masalah perizinan pemerintah, khususnya untuk beberapa jenis bahan pakan impor.

Webinar tersebut juga membahas terkait peluang dan tantangan yang akan dihadapi oleh industri pakan nasional di masa pandemi dan era baru. Desianto juga berharap di era pandemi yang serba berat ini, pemerintah dapat memberlakukan relaksasi berbagai aturan demi memperpendek birokrasi serta deregulasi dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih kondusif agar industri mampu bertahan.

Sumber : Poultry Indonesia


Kamis, 17 September 2020

Pakan Ayam Oplosan Beredar di Kota Palopo

 

Pakan Ayam Oplosan Beredar di Kota Palopo
Pakan ayam oplosan beredar di Kota Palopo, Sulsel. Foto: Ilustrasi/Dok

PALOPO - Para peternak ayam di Kota Palopo mulai hawatir dan was-was membeli pakan ayam. Pasalnya, sejumlah peternak dan pengusaha ayam menemukan pakan ayam oplosan.

Owner Raja Unggas, Andi Iwan menyebutkan, pakan ayam oplosan ini didapatnya di Pasar Andi Tadda. Dia meyakini, pakan oplosan sudah beredar luas di Palopo dan dijual di beberapa pasar.

"Saya beli di pasar Andi Tadda. Saya juga tidak perhatikan baik-baik. Setelah tiba di rumah ternyata sekam halus. Ini jelas pakan oplosan," ujar Andi Iwan.

"Saya telusuri, ternyata pakan ini berasal dari Sidrap. Kami berharap dinas terkait segera melakukan pengawasan. Kami pengusaha ayam merasa was-was, bagi yang mengetahui pakan oplosan mungkin akan dikembalikan namun yang tidak paham tentu akan menggunakannya," lanjutnya.

Dijelaskan Andi Iwan, penggunaan pakan oplosan dari sekam gabah akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ayam, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Olehnya itu, owner Raja Unggas dan beberapa pengusaha dan peternak ayam di Palopo mendesak Dinas Pertanian dan Peternakan untuk segara melakukan investigasi, mencari tahu pihak yang membawa pakan oplosan ini masuk Palopo.

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo, Andi Bahtiar saat dikonfirmasi SINDOnews membenarkan adanya pakan oplosan yang beredar di Palopo.

Menurut Bahtiar, petugas Dinas Pertanian dan Peterakan Kota Palopo juga sudah menerima sejumlah aduan warga. "Kami sudah terima sejumlah aduan. Memang pakan oplosan ini menggunakan sekam," katanya.


"Pakan ini akan menghambat pertumbuhan ternak dan bisa menyebabkan kematian. Tim kami segera turun melakukan pengecekan dan mencari tahu siapa yang membawa pakan ini masuk Palopo," lanjutnya.

Andi Bahtiar, menyebutkan, meski pakan ini sudah dijual di Kota Palopo, namun untuk mengenalinya sangat mudah. "Pakan oplosan sekam ini sangat mudah dikenali, cukup diraba, konturnya sangat beda dengan pakan biasa atau asli," ujarnya.

Sumber : sindonews

Selasa, 15 September 2020

Tim Pengabdi Unud Kembangkan Ikan Air Tawar Berbasis Pakan Lokal

 www.nusabali.com-tim-pengabdi-unud-kembangkan-ikan-air-tawar-berbasis-pakan-lokal

DENPASAR, NusaBali
Tim Pengabdi Universitas Udayana (Unud) mendesiminasikan teknologi budidaya ikan hemat air dan produksi pakan ikan berbasis bahan lokal di Desa Manikyang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan.

Kegiatan dilakukan di Desa Manikyang karena dikenal sebagai salah satu desa yang masyarakatnya sebagai pembudidaya ikan air tawar.  Ketua Tim Pengabdi Unud, Ni Made Suci Sukmawati mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan pengabdian masyarakat Program Kemitraan Wilayah (PKW) dari Kemenristek/BRIN. Kegiatan pelatihan budidaya ikan dengan sistem kolam hemat air ini bertujuan untuk membantu  kelompok pembudidaya ikan (Pokdatan) air tawar agar tetap bisa berproduksi ketika ketersediaan air sudah mulai berkurang.  

Namun kendalanya, sejalan dengan semakin terbatasnya dan berkurangnya debit sumber air, usaha budidaya ikan mengalami kendala. "Selain itu harga pakan yang tinggi juga memicu berkurangnya minat warga untuk mengembangan potensi perikanan tersebut," jelasnya

Dengan kondisi itu, Dosen Fakultas Peternakan Unud ini berharap melalui program ini Pokdatan dapat membuat pakan secara mandiri untuk menangulangi mahalnya pakan ikan pabrikan. Padahal bahan-bahan pakan cukup tersedia di wilayah tersebut seperti limbah ternak ayam, dedak, singkong, dan lainnya.

Menurut dia, dalam proses pembudidayaan yang perlu dikuasai adalah cara membuat formulasi pakan dengan mengatur komposisi masing-masing bahan tersebut agar memenuhi standar nutrisi untuk ikan air tawar dan juga memprosesnya menjadi pellet apung. "Selain itu, pada deseminasi ini juga diberikan pelatihan pemanfaatan probiotik untuk membantu efesiensi pakan dan air kolam agar tidak berbau. Probiotik ini merupakan hasil pengembangan dosen peternakan Unud," imbuhnya.

Sementara Perbekel Desa Manikyang, I Nyoman Paneca  merespon positif dan berterimakasih terhadap program ini. “Kami sangat berterimakasih kepada tim PKW Unud yang sudah membawa teknologi untuk berbagai potensi di desa melalui pemberdayaan masyarakat sehingga Desa kami dapat menggarap potensi secara lebih optimal, kami berharap program ini terus berlanjut untuk dapat menangani potensi desa Manikyang yang lainnya,” ungkapnya. *mis

Sumber : nusabali

Jumat, 11 September 2020

Ini Upaya Kementan dan KPPU Stabilisasi Harga Ayam Potong

 Pekerja memberikan pakan ternak di salah satu industri ternak ayam potong di kawasan Lambanjaya, Cikarang, Kabupaten Bekasi. Kementan awasi Kemitraan Usaha Peternakan demi jaga harga ayam potong

Pekerja memberikan pakan ternak di salah satu industri ternak ayam potong di kawasan Lambanjaya, Cikarang, Kabupaten Bekasi. Kementan awasi Kemitraan Usaha Peternakan demi jaga harga ayam potong

Foto: Risky Andrianto/Republika
Kementan awasi Kemitraan Usaha Peternakan demi jaga harga ayam potong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya untuk menjaga stabilisasi supply dan harga livebird (ayam hidup) di tingkat peternak. 

Direktur Jenderal PKH, Nasrullah menyampaikan dalam upaya menjaga stabilisasi harga ayam potong, pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH No. 09246T/SE/PK/230./F/08/2020 Tentang Pengurangan DOC FS Melalui Cutting HE Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini PS Tahun 2020."Seluruh perusahaan pembibit juga berkomitmen mematuhi pelaksanaan SE Dirjen PKH ini," ujar Nasrullah.

Selain itu, diatur juga pengendalian supply melalui cutting Hatching Egg (HE) umur 18 hari dan pengurangan jumlah setting HE di mesin setter akan mengurangi supply DOC FS bulan September sampai Oktober 2020. Sementara dampak afkir dini Parent Stock (PS) secara bertahap akan mengurangi supply DOC FS mulai bulan November sampai Desember 2020.

"Di dalam SE tersebut juga disebutkan kewajiban penyerapan livebird dari internal dan eksternal perusahaan pembibit berdasarkan market share," jelas Nasrullah.

Lebih lanjut, Nasrullah menerangkan, implikasi diterbitkannya SE Dirjen PKH ini diharapkan secara langsung berdampak pada peningkatan pemotongan livebird di RPHU dan sekaligus penyimpanan di cold storage. Sehingga nantinya bisa mengurangi supply livebird di pasar becek dan secara bertahap bisa memperbaiki harga livebird di tingkat peternak.

"SE ini juga mewajibkan penyerapan livebird sekaligus diikuti pemotongan di RPHU dan penyimpanan di cold storage," ucap Nasrullah.

Adapun upaya jangka pendek yang saat ini sedang dilakukan, yaitu menjaga penjualan di antara perusahaan melalui mekanisme on off (bergiliran) yang dimulai sejak Senin 31 Agustus 2020 sampai Kamis 17 September 2020 nanti. Pengurangan DOC FS melalui cutting HE juga diperluas, pengurangan jumlah setting HE dan afkir dini PS akan diperluas di wilayah luar Pulau Jawa.

"Berdasarkan data SHR periode mingguan, secara langsung akan diketahui potensi surplus livebird 8 minggu kedepan. Kami juga telah melakukan mitigasi risiko melalui cutting telur HE dan pengurangan jumlah setting telur HE," papar Nasrullah.

Ia menegaskan, penyerapan livebird juga akan terus dimaksimalkan terutama sumber DOC FS yang berasal dari perusahaan terintegrasi. Selain itu, akan dimemaksimalkan juga penyerapan livebird yang sumber DOC-nya berasal dari perusahaan non integrasi.

"Livebird yang berasal dari DOC FS perusahaan PS yang tidak memiliki RPHU dan Feedmill (non breeding) juga akan ikut berpartisipasi sepenuhnya melakukan penyerapan LB dari pelanggan poduk pakannya," imbuh Nasrullah.

Dampak dari pengurangan DOC FS ini nantinya akan mengkoreksi jumlah supply terhadap demand, sehingga secara bertahap harga livebird akan bergerak di atas HPP peternak akan turun mencapai harga acuan Permendag No 7 tahun 2020.

Pemerintah juga mendesak kepada perusahaan pembibit agar tetap menjaga harga terjangkau sesuai harga acuan Permendag. Selain itu pembibit beserta feedmill harus menjamin supply juga menjaga kualitas pakan dan DOC FS.

Nasrullah juga mengungkapkan, selama ini Ditjen PKH Kementan telah bekerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan optimalisasi pengawasan terhadap pelaksanaan kemitraan usaha peternakan. 

Kerja sama ini merupakan amanat dari UU Nomor 20 tahun 2018 tentang UMKM, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 13 tentang Kemitraan Usaha Peternakan.

“Hal ini adalah usaha pemerintah untuk melindungi semua pihak, Pada dasarnya pemerintah ini adalah penengah, kami berusaha mencari solusi terhadap segala macam permasalahan yang ada," kata Nasrullah.

Nasrullah menambahkan, dalam Permentan Nomor 13 tahun 2017 disebutkan, kemitraan usaha peternakan adalah kerja sama antar usaha peternakan atas dasar prinsip saling memerlukan, memperkuat, menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan ketergantungan.

Pola kemitraan usaha peternakan sendiri meliputi, inti plasma, bagi hasil, sewa, perdagangan umum dan sub kontrak. Dalam perjanjian kemitraan usaha ayam ras pedaging, peternak sebagai plasma mendapatkan jaminan supply DOC, pakan ternak, obat vaksin disenfektan (OVD) dan jaminan pemasaran dengan harga kontrak sesuai perjanjian tertulis.

"Peternak sebagai plasma mendapatkan jaminan pemasaran dan harga panen livebird berdasarkan perjanjian tertulis antara pihak perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Jadi seimbang," tandas Nasrullah.

Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menegaskan saat ini pemerintah juga terus berkomitmen untuk membenahi sektor perunggasan nasional dan stabilisasi harga livebird di tingkat peternak. Hal ini demi meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat. 

"Kami upayakan stabilitas perunggasan nasional ini utamanya untuk kesejahteraan peternak. Pemerintah juga akan mendengarkan usulan berbagai pihak," ujar Menteri SYL.

Sumber : Republika