Peraturan tersebut dirasa menekan importir kecil.
Ketua Umum GINSI, Yayat Supriyatna,
mengatakan, aturan yang tertuang dalam peraturan menteri perdagangan
mengenai ketentuan angka pengenil importir tersebut memang memiliki
tujuan yang baik. Namun, ia menilai banyak anggota yang tergabung
dalam GINSI berpikiran bahwa peraturan tesebut menekan pengusaha dan
importir yang merupakan pengusaha kecil dan menengah.
Pemberlakuan aturan
tesebut dengan 1 API untuk satu section dinilai menyebabkan gejolak
di kalangan pengusaha, terlebih pengusaha kecil.
"Kami rasakan
ada kegalauan atau kegelisahan mengenai aturan tesebut. Banyak
anggota saya yang curiga tentang Permendag 27 itu. (Mereka
berpikiran) apa ada yang melecehkan importir umum yang jumlahnya
tidak besar seperti impor produsen? Apa juga untuk batasi kegiatan
importir umum yang kebanyakan pengusaha menengah dan kecil?"
kata Yayat, dalam ”Seminar Membangun Sistem Importasi Tepat Guna
Melalui Penerapan Permendag Nomor 27/M-DAG/5/2012”, Rabu
(23/5).
Lebih lanjut Yayat menyatakan, kegiatan impor tidak
mustahil dilakukan setiap negara. Ini karena setiap negara memiliki
daerah dan memiliki kekurangan.
"Peraturan pemerintah tidak
mungkin menutup impor, tetapi bagaimana menekan impor. Impor sendiri
itu kan diupayakan lebih ke bahan baku sehingga bisa diolah lagi
untuk di re-ekspor. Jadi pengertian atas peraturan ini, pemerintah
diharapkan tidak jadi budak negara lain untuk pasarkan produknya,"
tuturnya.
Dengan keterbatasan waktu dari yang ditentukan
pemerintah pada 31 Desember 2012 untuk batasan pengajuan API baru,
pengusaha membutuhkan ongkos dan tenaga kerja baru. Oleh karena itu,
pemerintah diharapkan memberikan kelonggaran.
"Jadi pemerintah
harus menjabarkan (peraturan) agar kecurigaan para importir ini
mengerti bahwa kebijakan ini memang bagus," katanya.
Deputi
Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Edy
Putra Irawady, mengatakan, pihaknya siap mengawal berjalannya
permendag tersebut. Ini karena pada dasarnya kebijakan tersebut
tentunya disertai kebajikan.
"Intinya ini (peraturan) untuk
menertibkan, bukan dalam arti membatasi. Negara kita ini terlalu
luas. Yang dikhawatirkan pelaksanaannya, dan API dapat satu section,
ya misalnya jangan sampai satu perusahaan melakukan banyak
permodalan. Jadi API itu bukan batasan, tetapi penertiban untuk
meningkatkan nilai tambah," kata Edy.
Di sisi lain,
sebenarnya masih banyak kalangan pengusaha yang belum memahami isi
beleid baru ini. Apandi, importir bahan kimia untuk industri dalam
negeri mengatakan, peraturan tersebut dibuat begitu saja tanpa ada
pembahasan bersama. Hal ini membuat para pengusaha khususnya importir
umum mengeluhkan adanya peraturan yang diterbitkan tesebut. Importir
cukup dibingungkan akan hal itu.
"Terkait bahan pembantu,
kalau ini diatur kami repot. Kami importir umum untuk bahan pembantu
industri cat, dan lainnya. Seperti eceng gondok itu kan perlu bahan
pembantu bahan kimia, untuk menambah nilai guna diproses untuk mebel
dan handicraft. Kalau dibatasi mereka punya problem, kami nggak bisa
impor barang untuk mereka kan. Jadinya mereka punya hambatan,"
kata Apandi.
Lebih lanjut Apandi menyatakan, permendag tesebut
mesti ditunjau lagi dan kalau semua barang kimia harus dibatasi
sebgai produsen saja, tentunya akan menyulitkan importir umum.
Menurutnya, harus ada pengecualian bagi importir umum.
Dirjen Perdagangan
Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh, mengatakan, ada
importir umum range-nya yang diimpor itu lebih dari satu section,
bahkan ada yang lebih dari 12 section. Untuk itu, nanti akan ada ayat
yang kira-kira akan ditambahkan agar importir umum dibolehkan impor
lebih dari satu section sepanjang bisa menunjukkan hubungan istimewa
dengan industrinya atau prinsipalnya.
"Misalnya importirnya
ditunjukkan sebagai agen tunggal, ya itu hubungan yang istimewa.
API-U diberikan hanya kepada perusahaan yang melakukan impor barang
tertentu untuk tujuan diperdagangkan," kata Deddy.
Sumber : Sinar Harapan