Panen Raya, Pasokan Jagung di Pabrik Pakan Ternak Malah Turun

 Agrofarm.co.id-Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengungkapkan seretnya pasokan jagung sebagai bahan baku pabrik pakan. Meskipun memasuki puncak panen kecukupan jagung tidak mencapai dua bulan.

Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo menyebutkan, saat ini rata-rata penyerapan jagung dari anggota GPMT adalah dibawah 7 juta ton. “Tahun 2019 sebesar 6,6 juta ton dan tahun 2020 sebesar 6,5 juta ton, dengan asumsi pemakaian jagung dalam formula pakan adalah sebesar 40% saja,” ujar dia dalam keterangan persnya, Rabu (21/4/2021).

Desianto mengatakan, pemakaian jagung untuk beberapa jenis pakan idealnya rata rata 50%, bahkan untuk jenis pakan tertentu pemakaian jagung dalam formula pakan bisa lebih dari 50%.

“Kecukupan jagung di industri pakan saat ini mengalami penurunan (Januari 35 hari, Februari 33 hari, dan dibulan Maret 32 hari). Idealnya kecukupan jagung pada industri pakan untuk 2 bulan,” terang dia.

Anehnya, pada saat puncak panen jagung di bulan Maret dan April, harga jagung terus melambung. “Saat ini di sentra penghasil jagung seperti di Sumatera Utara harga per 20 April 2021 sudah menyentuh Rp 6.100 per kilogram (kg), jauh diatas harga acuan dalam Permendag Nomor 07 Tahun 2020 sebesar Rp 4.500 per kg,” tuturnya.

Sementara itu, harga pakan di lapangan hanya berkisar Rp 7.000 7.800 per kg, dengan harga rata rata Rp 7.300 per kg. “Dalam menghadapi situasi harga bahan baku utama pembuatan pakan baik bahan baku local (jagung) maupun impor (SBM, MBM) yang terus meningkat,” ujar Desianto.


Dia menjelaskan, para produsen pakan anggota GPMT berusaha keras untuk terus membantu para peternak untuk tetap bisa bertahan kelangsungan usahanya.

Impor Pakan

Terkait dengan wacana pemerintah mengenai importasi pakan, ini akan berdampak negatif terhadap terhadap keberlangsungan industri hingga petani jagung di Indonesia.

Desianto mengungkapkan, secara nasional pabrik pakan Indonesia masih memiliki idle capacity terpasang sekitar 35%. “Dampak importasi pakan akan sangat massif terhadap industri pakan nasional yang sudah lebih dari 50 tahun swasembada pakan,” tandas dia.

Desianto menambahkan, multiplier effects dari importasi pakan terhadap industri bisa meluas ke sub sektor lainnya, seperti petani jagung, peternak, pedagang ayam (ayam petelur maupun ayam pedaging), tenaga kerja budidaya ayam, anak anak kendang, serapan katul dan bahan pakan lainnya.

“Ada sekitar lebih dari 12 juta keluarga petani dan peternak yang bergantung kehidupannya pada industri pakan. Ini akan menjadi trigger untuk importasi ayam dengan dasar pemikiran bahwa harga ayam impor Brazil lebih murah,” ujar dia.

Desianto mencontohkan, belajar dari kasus importasi ayam di Filipina, sekali masuk daging ayam ke negara tersebut untuk test injury impact telah menyebabkan industri ayam di Filipina kolaps dan hingga sekarang ini tidak bisa bangkit lagi. Bantolo

Sumber : agrofarm