INDUSTRI PAKAN TERNAK KESULITAN KONVERSI BAHAN BAKU

http://www.agroyasa.com/wp-content/uploads/2011/07/meat_bone_meal-250x250.jpgJAKARTA: Industri pakan ternak mengakui sulit melakukan konversi penggunaan bahan baku pakan ternak tepung tulang (meat and bone meals/MBM) ke bahan baku pakan dari unggas (poultry meat meal), karena harganya jauh lebih tinggi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan kebijakan pemerintah saat ini diambil dari data yang tidak akurat, sehingga merugikan peternak.
"Menteri Pertanian tidak fair dan sema sekali tidak memikirkan nasib peternakan. Saat ini kebijakan diambil berdasarkan data yang tidak akurat," ujarnya kepada Bisnis, Senin 30 April 2012.
Dia menuturkan harga poultry meat bone US$950 per ton lebih tinggi dibandingkan dengan harga MBM US$620 per ton. "Lengkapilah penderitaan dan cobaan industri pakan ternak."
Setelah persoalan defisit pasokan jagung lokal untuk industri pakan ternak, MBM mengalami shortage, sehingga harga di dalam negeri melambung dari US$420 per ton menjadi US$620 per ton.
"Sekarang giliran MBM di dilarang karena kasus BSE [penyakit sapi gila] di Amerika Serikat. Tidak di banned saja harga MBM sudah melambung dari US$550 per ton ke US$650 per ton, apalagi dengan situasi terakhir ini."
Kementerian Pertanian mengklaim produksi jagung lokal masih dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri termasuk industri pakan ternak. Namun, masih ada persoalan distribusi akibat infrastruktur yang tidak memadahi, sehingga harga di petani jatuh.
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro mengatakan masalah distribusi disebabkan infrsatruktur transportasi belum tersedia dengan baik, sehingga jagung tidak menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.
“Masalahnya bukan di sisi produksi, tetapi distribusi akibat infrastruktur yang tidak memadahi, berakibat jagung tidak dapat diproses dan didistribuiskan dengan baik, membuat harga jagung tidak baik di sisi petani,” ujarnya.
Dia menuturkan produksi jagung tidak ada masalah, tetapi karena proses distribusi tidak berjalan dengan baik, maka menjadi masalah bagi industri pakan ternak.
Ketersediaan pasokan jagung itu, katanya, berdasarkan survei Tim Terpadu Kementan yang belum lama ini dilakukan di seluruh sentra produksi jagung.
Sudirman menuturkan sampai saat ini surat persetujuan pemasukan (SPP) impor jagung belum ditandatangani oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan. (ea)

Sumber : Bisnis.com