Impor Bahan Baku Ditutup, Harga Pakan Ternak Terancam Naik

Rabu, 9 Mei 2012 |  13:56 WIB

NERACA

Jakarta – Penghentian impor daging sapi dan turunan dari Amerika Serikat (AS) mulai berdampak pada industri pengolahan pakan unggas. Pasalnya, kebijakan impor yang berlaku sejak 24 April itu juga melarang impor bahan baku ternak, yaitu meat bone meal (MBM) dari AS.

Direktur Marketing PT Sinta Prima Feedmill Anang Hermanta mengatakan, selama ini mayoritas MBM yang digunakan untuk bahan baku pakan unggas berasal dari AS. “MBM yang kami gunakan hampir keseluruhan berasal dari Amerika,” ujar Anang di Jakarta, Rabu (9/5).
Akibat penghentian impor, otomatis perusahaan di sektor itu tak lagi mendapatkan pasokan bahan baku MBM dari AS. Sementara itu, komposisi MBM untuk pakan unggas cukup besar, yakni 10%. Sekedar contoh, produksi pakan ternak Sinta Prima Feedmill mencapai 15.000 ton per bulan. Dari jumlah itu, 50% bahan baku memakai jagung atau sekitar 7.500 ton per bulan. Sementara 10% bahan baku lainnya berasal dari MBM atau sekitar 1.500 ton.
Lebih Mahal
Walaupun impor MBM dari AS ditutup, perusahaan pakan bisa mengimpor MBM dari negara lainnya seperti Kanada atau Australia. Namun, kata dia, impor MBM dari negara lainnya lebih mahal karena permintaan sedang tinggi. Apalagi, banyak perusahaan pakan mengalihkan pembelian, sehingga berlaku hukum pasar yang memicu kenaikan harga. Saat ini, harga MBM sudah naik dari US$ 725 per ton menjadi US$ 797,5 per ton.
Meski demikian, Sinta Prima Feedmill mengaku belum melakukan pembelian ke negara lain, sebab stok MBM di gudangnya cukup hingga dua bulan. Namun, jika penutupan impor MBM dari AS berlanjut, Anang khawatir tidak memiliki pilihan lain, yaitu membeli MBM lebih mahal.
Jika bahan baku mahal, maka akan berdampak pada kenaikan harga pakan. Pada akhir bulan lalu, Sinta Prima Feedmill telah menaikkan harga pakan unggas Rp 150 per kilogram (kg) akibat naiknya bahan baku pendukung seperti jagung dam bungkil kedelai. Jika harga MBM juga naik, maka pihaknya tidak memiliki pilihan lain selain ikut menaikkan harga. Catatan saja, harga pakan ayam broiler saat ini adalah Rp 5.150 per kg, dan pakan ayam petelur Rp 3.850 per kg. “Kenaikannya bisa sampai Rp 200 per kg,” kata Anang.
Di tempat berbeda, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makan Ternak (GPMT) Sudirman meminta pemerintah segera mengizinkan impor jagung di tengah kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku.
Lebih jauh lagi Sudirman mengatakan saat ini komoditas pertanian mengalami kekacauan yang ditandai dengan kenaikan harga di pasar internasional. Salah satu komoditas yang sedang mengalami kenaikan harga ada jagung. Padahal, jagung menjadi bahan baku utama industri pakan ternak. “Komoditas sedang kacau. Ini (kondisi bahan baku pakan ternak) bahaya dan kritis. Kita terpaksa harus mengambil dari luar,” ujarnya.
Dia menjelaskan produksi jagung di dalam negeri tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu dapat dilihat dari importasi jagung pada Januari-Maret tahun ini hanya 270.000 ton, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu lebih dari 600.000 ton.
Menurut dia, pasokan jagung lokal pada awal tahun ini lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, pasokan jagung lokal saat ini sudah mulai habis, karena panen aktivitas panen di beberapa daerah sudah selesai. Stok jagung di gudang seluruh pabrik pakan ternak saat ini, katanya, hanya sekitar 490.000 ton. Padahal, kebutuhan jagung seluruh pabrik pakan ternak di Tanah Air sebanyak 500.000 ton per bulan. Untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku pakan ternak, pihaknya sudah mengusulkan izin impor kepada Menteri Pertanian. Namun, pemerintah, katanya, terlihat enggan untuk memberikan izin impor jagung.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswonoakan melihat kondisi stok jagung di seluruh wilayah Indonesia, jika stok sudah menipis, maka akan dikeluarkan izin impor jagung yang sudah diminta oleh industri pakan ternak di Tanah Air.
Suswono mengakui pihaknya sudah menerima surat dari industri pakan ternak yang meminta izin impor jagung segera dibuka, karena stok jagung untuk bahan baku pakan ternak akan habis pada akhir bulan ini. “Yang jelas saya sudah menerima surat itu, tetapi bukan untuk impor yang sekarang, tetapi (impor jagung) untuk pasokan kebutuhan pabrik pakan ternak pada 2 bulan yang akan datang,” ujarnya.
Dia menuturkan industri pakan ternak menyatakan akan kesulitan bahan baku jagung untuk 2 bulan yang akan datang. “Dia (industri pakan ternak akan kesulitan bahan baku) pada 2-3 bulan ke depan kalau tidak ada izin impor (jagung) dari sekarang. Oleh karena itu, mereka minta kepastian. Suswono menuturkan pihaknya akan meminta data produksi dan stok jagung saat ini dari seluruh Dinas Pertanian di daerah yang menjadi sentra produksi jagung.
Bahkan, panen jagung di Dompu, Maluku, katanya, masih berlangsung hingga saat ini. Untuk memberikan izin impor jagung, menurutnya, maka harus melihat kepastian pasokan jagung di lapangan, sehingga impor hanya untuk menutupi kekurangan. “Potensi dari dalam negeri berapa? Kalau sudah ada dan dapat dihubungkan dengan pabrik ternak, maka akan lebih baik,” jelasnya.
Namun, jika fakta di lapangan, kondisi pasokan jagung sulit, maka pihaknya akan memberikan izin impor jagung kepada pabrik pakan ternak. Dia menuturkan seringkali beberapa pihak menyatakan pasokan jagung di lapangan melimpah, tetapi faktanya industri kesulitan mendapatkan jagung tersebut. “Ini problem kita, ada barang, teapi untuk mengankut bukan persoalan mudah, distribusi. Kalau ada kendala itu ya artinya dengan terpaksa memberikan izin impor. Namun, kita optimalkan terlebih dahulu potensi dalam negeri,” ungkapnya.
(iwan)

Sumber : Neraca.co.id