Bea Masuk Terigu Akan Dilanjutkan
Aptindo usul perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) 20% impor terigu yang berakhir bulan depan
JAKARTA.
Produsen tepung terigu dalam negeri mendesak pemerintah memperpanjang
penerapan bea masuk impor tepung terigu sebesar 20%. Desakan itu seiring
dengan akan berakhirnya penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan
Sementara (BMTPS) pada bulan depan.
Bea
masuk berlaku selama 200 hari dihitung sejak 5 Desember 2012. Dengan
berakhirnya aturan itu, produsen tepung terigu lokal khawatir tepung
terigu impor akan kembali membanjiri pasar dalam negeri.
Desakan
itu diungkapkan oleh Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi
Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO). Lantaran kekhawatiran
tersebut, Aptindo meminta pemerintah tetap melanjutkan BMTPS menjadi Bea
Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Ratna
mengakui, pemberlakukan BMTPS telah berdampak positif bagi penjualan
tepung terigu produksi dalam negeri pada kuartal I-2013. “Perkembangan
industri terigu dalam negeri juga semakin positif,” ungkap dia, akhir
pekan lalu.
Impor Menurun
Kenaikan
penjualan terjadi seiring penurunan pangsa pasar tepung terigu impor
sebesar 72% pada kuartal I-2013 di pasar domestik. Menurut Ratna, BMTP
tidak hanya menurunkan market share terigu impor namun
meniadakan diskriminasi Pajak Penambahan Nilai (PPN) terigu pakan
ternak. Selama ini terigu pakan ternak lokal terbebani PPN 10%,
sementara terigu impor bebas PPN.
Penurunan
impor tepung terigu sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2010 ketika
Aptindo melayangkan petisi anti dumping. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) menunjukan tahun lalu impor terigu mencapai 479.682 ton, turun
29,4% dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 679.642 ton.
Sementara impor tepung terigu pada tahun 2010 sebesar 775.534 ton.
Walau
impor turun, harga tepung terigu lokal relatif stabil bahkan ketika
harga gandum dunia menanjak. Mengutip data Aptindo, harga terigu lokal
yang diwakili merek Segitiga Biru sebagai merek paling laris, rata-rata
pada tahun lalu di kisaran Rp. 130.475 perkarung isi 25 kg. Harga itu
turun 3% dibandingkan 2011 yang mencapai Rp. 134.633 per karung.
Hadian
Iswara, Manajer Senior Pengembangan Bisnis PT. Sriboga Ratu Raya,
memperkuat penjelasan Ratna Sari Loppies. Dia mengaku perusahaannya
sangat tertolong adanya BMTPS. “BMTPS membuat produsen terigu lokal
tertolong,” katanya.
BMTPS
membuat produksi terigu Sriboga melejit. Bahkan sejak awal Februari
2013, perusahaan ini memerlukan gandum impor sebagai bahan baku terigu
mencapai 1.900 ton, naik 15% dari sebelumnya. Kenaikan itu berasal dari
penambahan satu line produksi Sriboga berkapasitas 250 ton per hari dengan investasi Rp. 50 milliar.
Dengan
utilisasi pabrik yang mencapai 80%, menurut Hadian, kapasitas maksimal
pabrik akan terpenuhi dalam dua tahun sehingga Sriboga harus melakukan
ekspansi baru.
Atas
desakan itu, Bachrul Chairi, Ketua Komite Pengamanan Perdagangan
Indonesia (KPPI) yang juga Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar
Negeri Kementerian Perdagangan, menyatakan, akan melakukan notifikasi
terlebih dahulu ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO sebelum mengambil
keputusan. Pengiriman notifikasi ini merupakan ketentuan perdagangan
dunia. “Senin atau Selasa saya akan kirim surat ke WTO,” katanya, Jumat
(19/5).
Setelah
notifikasi, dilanjutkan konsultasi dengan negara importir terigu yang
akan terkena dampak penerapan bea masuk. Bachrul menargetkan keputusan
bea masuk terigu akan dapat dilakukan pada akhir Juni 2013.
Sumber : Kontan Senin, 20 Mei 2013
sumber : APTINDO