Budidaya Laut, Peluang Investasi yang Menunggu Regulasi
Mengutip sepenggal kalimat dari orasi ilmiah
Presiden RI ke 6 Prof.Dr.Susilo Bambang Yudoyono berjudul Pertumbuhan,
Pemerataan dan Berkelanjutan ; Trilogi Pembangunan Abad ke 21, yang
diadakan di UNPAD Bandung jumat 11Agustus 2015, mengatakan bahwa seiring
dengan meningkatnya populasi, kebutuhan pangan diperkirakan akan
meningkat sebesar 70 %. Terakait dengan pentingnya pangan dimasa depan,
pemerintahan Jokowi-JK memasukan pangan tersebut pada visi dan misi yang
tertuang dalam Nawa Cita 7 yang menekankan pada kedaulatan pangan dan
kemandirian ekonomi maritim. Salah satu unsur kebutuhan pangan yang
dimaksud adalah ikan. Kenapa ikan? karena ikan sudah menjadi makanan
seluruh umat manusia tanpa ada batas suku, bangsa dan agama. Menurut
data dari FAO (2012) yang dikutip melalui detikFood menyatakan bahwa
kebutuhan konsumsi ikan akan terus meningkat setiap tahun sejalan dengan
meningkatnya pertambahan penduduk dan peningkatan pengetahuan tentang
gizi dan kesehatan.
Saat ini telah terjadi perubahan pola konsumsi manusia dari yang
dulunya lebih banyak mengkonsumsi red meat atau daging-dangingan dari
hewan teresterial berubah kearah konsumsi white meat atau ikan-ikanan
terutama ikan laut, keadaan tersebut dikarenakan adanya kekawatiran
resiko meningkatnya kadar kolesterol jahat dalam darah bila banyak
mengkonsumsi daging dan terserang penyakit sapi gila, flu burung dan
penyakit lainnya.
Data dari Bank Dunia menyatakan bahwa jumlah penduduk dunia pada
tahun 2011 berjumlah hampir mendekati angka 7 milyar dan diramalkan akan
mencapai angka 9 milyar pada tahun 2050. Terus meningkatnya jumlah
penduduk dan terjadinya perubahan pola konsumsi tersebut menyebabkan
meningkatnya konsumsi ikan. FAO melalui detikFood memperkirakan konsumsi
ikan penduduk dunia sampai dengan tahun 2021 akan mencapai 19,6 kg.
Kebutuhan ikan pada tahun 2021 tersebut akan mencapai sebesar 172 juta
ton. Dapat dibayangkan berapa besar kebutuhan ikan dimasa yang akan
datang.
Untuk mencukupi kebetuhan ikan tersebut tidak mungkin lagi disuplai
melalui usaha penangkapan, oleh karena itu peranan perikanan budidaya
untuk mencukupi kebutuhan akan ikan dunia menjadi sangat penting. FAO
menyatakan bahwa tahun 2013 tercatat produksi ikan laut Indonesia dari
hasil budidaya adalah sebesar 13.147.297 ( Fishstat FAO 2015) dan terget
capaian produksi perikanan budidaya Indonesia pada tahun 2019 sebesar
31,319 juta ton yang meliputi ikan sebesar 11, 775 juta ton ( termasuk
ikan air tawar, payau dan laut) dan rumput laut sebesar 19,319 juta ton.
Produksi tersebut baru memanfaatkan lahan sebesar 2,8 % ( Ditjen
Perikanan Budidaya tahun 2015) dari proyeksi produksi tahun 2015 sebesar
17,9 juta ton tersebut dan target yang akan diproleh pada sampai tahun
2019 masih jauh dari yang diharapkan.
Gambaran tersebut sekaligus menjadi peluang bagi Indonesia untuk
dapat terus memacu produksi perikanan budidaya laut dengan memanfaatkan
secara optimal potensi perairan laut. Indonesia yang merupakan negara
kepualauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah jumlah
pulau yang banyak menjadi keunggulan tersendiri. Panjang pantai
Indonesia tercatat mencapai 95.181 Km dengan luas laut sebesar 5,8 juta
Km2, disamping itu secara geografi posisi Indonesia sangat strategis
berada didaerah tropis dimana perairan dearah tropis sangat subur dan
memliki biodiversiti yang tinggi yaitu berkisar 45 %. dari biota laut
dunia.
Berbagai jenis komoditi laut bernilai ekonomi tinggi dan diminati
pasar dalam maupun luar negeri terdapat diperairan laut Indonesia.
Komoditi laut tersebut antara lain adalah ikan kerapu (ikan kerapu
lumpur, kerapu macan, kerapu batik, kerapu kertang, kerapu sunu dan
kerapu bebek), udang ( udang windu, udang putih, udang kipas dan
lobster), kekerangan ( kerang hijau, kerang dara, oyster, kerang
mutiara, dan abalone) dan teripang serta berbagai jenis rumput laut (
Eucheuma cottoni, E. spinosum, sargasum, dan glacilaria).
Luas potensi perairan Indonesia untuk pengembangan perikanan budidaya laut diperkirakan sebesar 8,36 juta ha, belum termasuk potensi perairan lepas pantai (off-shore) diatas 4 mil laut. Dari luasan 8,36 juta ha tersebut baru dimanfaatkan sebesar 169.292 ha atau 3,69 % ( Ditjen Perikanan Budidaya 2015). Sedangkan potensi perairan diatas 4 mil atau off-shore belum dimanfaatkan. Potensi perairan off shore ini yang seharusnya di optimalkan untuk zona kawasan peruntukan pengembangan perikanan budidaya laut karena perairannya bersih, jauh dari limbah atau cemaran dari buangan penduduk atau limbah industri sekitar pantai.
Luas potensi perairan Indonesia untuk pengembangan perikanan budidaya laut diperkirakan sebesar 8,36 juta ha, belum termasuk potensi perairan lepas pantai (off-shore) diatas 4 mil laut. Dari luasan 8,36 juta ha tersebut baru dimanfaatkan sebesar 169.292 ha atau 3,69 % ( Ditjen Perikanan Budidaya 2015). Sedangkan potensi perairan diatas 4 mil atau off-shore belum dimanfaatkan. Potensi perairan off shore ini yang seharusnya di optimalkan untuk zona kawasan peruntukan pengembangan perikanan budidaya laut karena perairannya bersih, jauh dari limbah atau cemaran dari buangan penduduk atau limbah industri sekitar pantai.
Kepualaun Riau adalah Provinsi yang mempunyai luas potensi peraiaran
untuk pengembangan budidaya laut sebesar 455.779,9 ha sangat berpotensi
dan berpeluang besar untuk mendatangkan investor untuk berinvestasi di
bidang perikanan budidaya laut. Potensi perairan Kepualauan Riau
tersebut sangat luar biasa bila dioptimalkan. Sebagai gambaran untuk
memproduksi salah satu ikan laut yang ekonomis ( kakap, bawal bintang,
kerapu, dan cobia ) menggunakan karamba jaring apung (KJA) dengan
mengoptimalkan 30 % dari luas potensi tersebut diatas, dimana 1 unit KJA
berdiameter 10 meter dengan kedalam 6 meter (lk.400 m3/karamba).
1 ha luas perairan dapat ditempatkan 5 unit KJA, 1 unit KJA dapat
ditebar ikan dengan kepadatan 20 ekor/m3, masa pemeliharaan 6 – 8 bulan
dengan tingkat kelulusan hidup rata-rata 80%, akan didapatkan hasil 3,2
ton/karamba bila dipasarkan dengan harga jual rata-rata Rp.60.000 per
kg, jadi dengan 1 ha dapat menghasilkan 12,8 ton dengan nilai uang
sebesar Rp. 768 juta, sehingga dengan memanfaatkan 30 % dari luas
potensi perairan atau seluas 136.000 ha akan dihasilkan ikan lebih
kurang sebanyak 1.740.000 ton dengan nilai sebesar Rp 104,4 triliun
Tidak saja nilai uang ratusan trilliun rupiah yang bisa berputar,
penciptaan lapangan tenaga kerja barupun dapat terujud, banyangkan jika 1
unit KJA minimal dikelola 3 orang berarti dalam 1 ha akan dibutuhkan 15
orang, sehingga untuk menggoptimalkan potensi perairan sebesar 30 %
diperlukan tenaga kerja minimal sebanyak 2 juta orang.
Itu baru perkiraan satu jenis ikan yang akan dikembangkan, masih
banyak komoditi laut lain seperti bermacam jenis rumput laut (Eucheuma
cottonii, Eucheuma spinosum, Glacillaria, Gillidum, sargasum, dll) yang
kebutuhannya yang tidak terbatas mengingat rumput laut dapat dijadikan
sebagai bahan utama dan bahan pendukung dari berbagai produk makanan,
kosmotik, obat-otatan dan bahan addive untuk keperluan berbagai
industri, dan juga berbagai komoditi laut yang bernilai ekonomis seperti
yang telah disebutkan diatas. jika komoditi-komoditi tersebut di
kembangkan pembudidayaannya maka akan sangat tinggi nilai rupiah yang
akan didapatkan dan sangat banyak tenaga kerja yang diperlukan.
Di samping itu potensi perairan Indonesia dari posisi dan letaknya
juga diuntungkan karena berbatasan langsung dengan negara seperti
Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Australia. Dimana
negara-negara tersebut dapat dijadikan pasar ekspor mapun pasar ekspor
perantara untuk ekspor ke mancanegara. Melihat potensi perairan
Indonesia yang begitu luas dan sangat baik serta cocok untuk
pengembangan industri perikanan budidaya laut, maka sudah selayaknya
potensi tersebut dijadikan peluang untuk mendorong percepatan investasi
di bidang perikanan budidaya laut di Indonesia. Usaha budidaya ikan laut
sangat profitable, namum masih sangat sedikit investor yang mau
menanamkan investasinya di bidang perikanan budidaya laut di Indonesia
bahkan untuk perairan diatas 4 mil boleh dibilang belum ada.
Keadaan ini sangat ironis karena disatu sisi peluang dan keuntungan
sangat menjanjikan disisi lain tidak ada investor yang menanamkan
investasinya. Salah satu permasalahannya adalah dikarenakan belum adanya
jaminan berinvestasi dibidang perikanan budidaya laut di Indonesia.
Jaminan berinvestasi dimaksud berupa regulasi yang mengatur tentang zona
kawasan yang meliputi luas kawasan perairan yang dimanfaatkan ,
kemampuan daya dukung perairan, keamanan kawasan perairan dari sengketa
dan pencemaran lingkungan perairan. Regulasi tersebut bisa dijadikan
payung hukum bagi inverstor, setiap investor sebelum melakukan investasi
pasti memikirkan akan keterjaminan investasi yang akan dijalankannya,
khususnya jaminan terhadap modal investasinya.
Untuk itu investor yang akan berinvestasi di bidang perikanan
budidaya memerlukan jaminan berupa regulasi yang bisa digunakannya untuk
mengajukan ansuransi untuk investasi yang dilakukannya dan ansuransi
juga memerlukan regulasi tersebut sebagai jaminan. Oleh karena itu
regulasi tentang jaminan berinvestasi sangat diperlukan guna mendorong
dan mengundang investor yang ingin berinvestasi di bidang perikanan
budidaya. Untuk membuat regulasi tersebut, diperlukan suatu kajian
secara menyeluruh tentang potensi kawasan yang akan dicanangkan sebagai
lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya yang meliputi kajian
carrying capasity (daya dukung perairan kawasan), penentuan titik
koordinat, pemetaan kawasan, sosial ekonomi kemasyarakatan, hubungan
keterkaitan pemanfaatan antar sektor serta kajian keamanan kawasan.
Hasil kajian tersebutlah yang selanjutnya dirangkum untuk dibuat
menjadi naskah akademis sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan
regulasi, sehingga regulasi tersebut benar-benar dapat menjadi jamianan
bagi investor. Kajian ini dilakukan di seluruh kawasan perairan yang
potensial untuk pengembangan kawaan industri perikanan budidaya sesuai
dengan yang telah diatur dalam Undang-undang no. 27 tahun 2007 tentang
pesisir dan pulau-pulau kecil, Undang-Undang No 1 tahun 2014 tentang
perubahan Undang-Undang No. 27 tahun 2007, Undang-undang Perikanan no.
45 tahun 2009 dan Undang-Undang No 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.
Jika regulasi ini bisa diterbitkan dinyakini akan banyak investor
melakukan investasi. Selain regulasi, guna mendorong percepagan
investasi perikanan bjdidaya laut diperlukan dukungan pemerintah terkait
infrastruktur berupa pembangunan pelabuhan kapal ikan hidup. Produk
ikan yang dihasilkan dari usaha budidaya laut yang dijual ke pasar atau
diekspor umumnya dalam keadaan hidup, sebagian kecil dalam bentuk segar
ataupun olahan. Harga jual ikan hidup jauh lebih tinggi dibandingkan
ikan segar. Sebagai contoh ikan kerapu macan hidup dihargai antara
Rp.100.000 – 150.000 sedangkan ikan kerapu segar Rp. 20.000 – 45.000
atau 20-30 % dari harga ikan hidup.
Sehingga usaha budidaya ikan laut akan jauh lebih menguntungkan bila
dipasarkan atau diekspor dalam keadaan hidup. Oleh karena itulah mengapa
infrastruktur berupa pembangunan pelabuhan kapal pengangkut ikan hidup
yang dilengkapi dengan wadah penampung ikan hidup dengan closed
circulation water system yang modern perlu disiapkan. Dengan adanya
pelabuhan kapal pengangkut ikan hidup tersebut maka ikan-ikan hidup yang
akan dipasarkan dengan tujuan ekspor hanya melalui pelabuhan tersebut,
sehingga kapal asing yang akan membeli dan mengangkut ikan hidup untuk
tujuan ekspor dilakukan hanya di pelabuhan tersebut dan tidak lagi boleh
membeli dan mengambil langsung dari sentra-sentra produksi atau
keramba-keramba masyarakat seperti yang terjadi saat ini.
Beberapa keuntungan dari diadakannya pelabuhan kapal ikan hidup
tersebut antara lain adalah terdatanya secara akurat jumlah dan jenis
ikan hidup yang diekspor, mencegah terjadinya penjualan ikan hidup
ditengah laut, mencegah kapal asing masuk dengan bebas kewilayah
perairan Indonesia dengan alasan mengangkut ikan hasil budidaya dari
sentra-sentra produksi , membuka lapangan kerja, meningkatkan produksi
perikanan budidaya, menjaga kenstabilan harga jual ikan hidup ditingkat
pembudidaya, dan meningkatkan pendapatan negara serta membuka lapangan
kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Di samping pembangunan pelabuhan ikan hidup, pemerintah perlu juga
menyiapkan kapal-kapal pengangkut ikan hidup untuk mengangkut ikan dari
sentra-sentra produksi ke penampungan ikan hidup di pelabuhan. Kapal
pengangkut ikan hidup tersebut sangat membantu pembudidaya di
sentra-sentra produksi karena ikan hasil budidayanya setiap saat secara
periodik akan dapat diangkut ke pelabuhan untuk dipasarkan. Jika
regulasi tentang jaminan berinvestasi, pembangunan pelabuhan ikan hkdup
dan pengadaan kapal pengangkut ikan hidup ini bisa terujud akan
berdampak sangat besar bagi pengembangan industri perikanan budidaya
laut di Indonesia dan akan mendatang investasi ikutannya, berupa
industri produksi benih ikan, pakan, obat-obatan, jaring dan KJA, serta
pengolahan produk ikan lainnya yang akan bermuara kepada peningkatan
pendapagan negara, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Semoga goresan singkat tentang potensi dan peluang investasi
perikanan budidaya laut ini dapat memberikan kontribusi pemikiran yang
dapat dijadikan masukan untuk mengambil kebijakan pembangunan perikanan
budidaya laut sejalan dengan visi, misi pemerintah yang tertuang dalam
Nawa Cita ke 7 tentang kedaulatan pangan dan kemandirian ekonomi
maritim. ***
Sumber : Batampos